Pages

WELLCOME TO MY SITE

Sabtu, 22 Januari 2011

Positivisme Auguste Comte


POSITIVISME
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
Comte adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kaum positivis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis. Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu:
1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus menerus dari syarat-syarat hidup
3. Metode ini berusaha ke arah kepastian
4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
Diantara ciri-ciri positivisme adalah bahwa ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang ‘bebas nilai’ atau ‘netral’ atau ‘objektif’. Inilah yang menjadi dasar prinsip filosofis pemikiran positivisme. Paham ini mencoba memberi garis demarkasi antara fakta dan nilai. Fakta berdiri sendiri di luar nilai. Dengan begitu subjek peneliti harus mengambil jarak dengan realita dengan bersikap imparsial-netral. Ciri lainnya adalah ‘mekanisme’, yaitu paham yang mengatakan bahwa semua gejala alam dapat dijelaskan secara mekanikal-determinis seperti layaknya mesin.
Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan, eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam ilmu-ilmu alam, tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkambangan gagasan-gagasan.
Paham posistivisme di atas telah menjadi wacana filsafat ilmu yang sangat mendominasi pada abad ke-20. Hingga dari semakin pervasifnya dominasi tersebut, positivisme bukan hanya menjadi bagian dari paham filsafat ilmu, menurut Ian Hacking ia juga telah dianggap menjadi semacam agama baru karena ia telah melembagakan pandangan-pandangan menjadi doktrin bagi berbagai bentuk pengetahuan manusia, dengan tetap berpegang teguh pada prinsip bebas nilai, objektif, dan sekularismenya.
Perbincangan seputar paradigma ilmu bebas nilai, objektif dan netral yang diusung positivisme inilah yang dalam realita yang ada di kalangan ilmuwan, baik barat maupun Muslim, masih saja berpegang teguh pada paradigma tersebut dengan berbagai alasan, di samping juga ada yang menentangnya dengan beragam argumen yang melemahkan ide tersebut. Selain itu paradigma netralitas sain juga penting untuk dikaji karena pemahaman ini terkait dengan dengan pemahaman sain, di mana banyak sekali aspek kehidupan manusia yang diatur secara langsung oleh sain. Paham bahwa sain itu netral atau terikat oleh nilai akan mempengaruhi hubungan cara kerja sain dan manusia itu sendiri.
Netralitas ilmu menekankan pentingnya objektifitas ilmu pengetahuan, mencoba meminimalisir subjektifitas diluarnya, bahkan berusaha untuk menghilangkan subjektifitas itu sendiri. Paradigma netralitas ilmu ini meyakini bahwa semakin objektif (terbebas dari nilai) ilmu pengetahuan semakin mendekati kebenaran (positif).
Paradigma netralitas ilmu atau bebas nilai ini pertama kali dianut serta dikembangkan oleh paham positivisme dalam sejarah filsafat ilmu pengetahuan. Paham ini memandang bahwa pengetahuan positif-ilmiah adalah pengetahuan yang pasti, nyata dan berguna. Objek-objek fisik hadir independen dari subjek dan hadir secara langsung melalui data inderawi. Data-data inderawi ini adalah satu. Apa yang dipersepsi adalah fakta sesungguhnya, tanpa melibatkan unsur diluarnya.
Sebuah masalah keilmuan harus dirumuskan sedemikian sehingga pengumpulan data dapat dilakukan secara objektif, bebas nilai dan netral. Objektif artinya bahwa data dapat tersedia untuk penelaahan keilmuan tanpa ada hubungannya dengan karakterisktik individual dari seorang ilmuwan (Senn). Bebas nilai berarti dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai mengharuskan subjek peneliti mengambil jarak dengan semesta dengan bersikap imparsial-netral. Sedangkan netral berarti ilmu tidak memihak pada selain dirinya sendiri.
Untuk memperkokoh pandangannya tersebut, positivisme menetapkan syarat-syarat bagi ilmu pengetahuan, yaitu: dapat di/ter-amati (observable), dapat di/ter-ulang (repeatable), dapat di/ter-ukur (measurable), dapat di/ter-uji (testable) dan dapat di/ter-ramalkan (predictable). Dengan begitu objek ilmu pengetahuan harus berupa fakta-fakta empiri (semesta) yang hadir secara mandiri dan dapat diindera oleh subjek peneliti. Di mana itu berarti bahwa hal-hal yang tidak dapat diindera oleh manusia – sebagai subjek utama dari ilmu itu sendiri – tidak dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya yang menyangkut metafisika.
Aliran filsafat yang sependapat dengan positivisme ini adalah positivisme logis, empirisme, realisme, essensialisme dan objektivisme. Aliran-aliran tersebut mendasarkan pandangannya pada prinsip-prinsip tertentu. Realisme misalnya memiliki prinsip mutlak sebagai berikut: 1) kita memersepsi objek fisik secara langsung, 2) Objek ini adanya tidak tergantung pada diri kita dan menempati posisi tertentu di dalam ruang, 3) ciri khas objek ini seperti apa adanya sebagaimana kita memersepsinya.
Contoh dalam penelitian Manajemen Pendidika adalah: Hubungan Antara Latar Belakang Ekonomi, Pendidikan dan Profesi Orang Tua Terhadap Out Put Siswa.
THANK'S FOR VISITE MY SITE